Betiklampung.com (SMSI), Tulangbawang —
Terdakwa Paidi kasus persetubuhan anak divonis 8 tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp100 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Menggala Kabupaten Tulang Bawang (Tuba).
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Menggala, Leonardo Adiguna mendampingi Kajari Azi Thyawhardana mengatakan, dalam putusan Hakim PN Menggala Nomor 40/Pid.Sus/2022/PN Mgl, terdakwa atas nama Paidi Bin Abdul Roni menyatakan, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Atas dasar tersebut, Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan enam bulan, serta denda Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Leonardo menjelaskan, dalam sidang JPU menuntut terdakwa dengan dakwaan alternatif yaitu, pertama Pasal 81 ayat (1) Jo Pasal 76D atau kedua Pasal 82 ayat (1) Pasal 76E UU No: 27/2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti UU No: 1/2016, tentang Perubahan Kedua atas UU No: 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Atas Dakwaan tersebut, JPU berkeyakinan terdakwa Paidi telah terbukti secara sah, dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur,” ujar Leonardo, Kamis (02/06/2022).
Dikatakannya, mencermati dinamika penanganan perkara Paidi di media sosial (Medsos), yang banyak menuai kritik dimana dalam penanganannya penuh dengan rekayasa, dipaksakan dan terdapat permainan uang antara penegak hukum dan pihak korban, adalah tidak benar. Karena, JPU telah melaksanakan hukum acara serta Standard Oprasional Prosedur (SOP), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang undangan.
Ia mengatakan, dalam pembuktian di persidangan dengan memperhatikan Pasal 183 KUHAP yang mana terdakwa dituntut berdasarkan dengan alat bukti yang sah yaitu, keterangan saksi sejumlah 5 orang termasuk keterangan saksi korban, keterangan ahli sebanyak 3 orang ahli yang terdiri dari ahli pidana, ahli psikologi dan ahli dokter kandungan, alat bukti surat sebanyak 3 surat yaitu, Visum et Pertum Korban, Surat Hasil Pemeriksaan Psikologis dan Konseling terhadap korban, dan surat hasil laporan sosial atas nama korban, petunjuk dan keterangan terdakwa, sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, serta telah mempersilahkan kesempatan terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan.
Bahkan, kata Leonardo, bahwa JPU menilai pembuktian terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sangat komprehensif, dimana keterangan saksi yang diajukan oleh JPU ada hubungannya satu dengan yang lain, dan dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan yang diperbuat oleh terdakwa. Sehingga, JPU berkesimpulan terdakwa telah terbukti, dan Majelis Hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
“Persidangan, berjalan sesuai ketentuan acara, dan dilaksanakan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, tidak ada rekayasa, dan hak-hak terdakwa selama jalannya proses persidangan dipenuhi, sehingga tidak ada yang dilanggar oleh JPU,” pungkasnya.